Pages

Minggu, 01 Juli 2012

Kesan 5 Jurnalis Menjajal Kacamata Pintar Google



Thomas Hawk/Flickr.com
Salah seorang pendiri Google Sergey Brin mengenakan kacamata pintar berbasis augmented reality yang menjadi proyek besar Google
KOMPAS.com - Google akhirnya mengizinkan orang-orang di luar Google untuk menjajal kacamata pintar yang dikembangkan dalam Google Project Glass. Salah seorang pendiri Google Sergey Brin, memberi izin kepada jurnalis teknologi untuk menjajalnya.

Tak semua jurnalis diberi kesempatan menjajal kacamata pintar. Mereka dipandu oleh Sergey Brin untuk menavigasikan kacamata. Brin hanya memperlihatkan video demo aksi kembang api kepada para jurnalis, tidak lebih.

Berikut adalah mereka yang beruntung bisa mencoba kacamata pintar, dan sensasi apa yang mereka rasakan ketika menjajalnya?

1. Peter Ha dari TechCrunch

1. Peter Ha dari TechCrunch

Kualitas video demo kembang api tidak terlalu bagus.  Wajar saja, ini adalah kacamata prototipe. Lensanya ada di depan mata sebelah kanan. Telinga kanan saya dapat menangkap suara dengan jelas.

Aku hidup di masa depan, dan masa depan adalah sekarang. Kacamata sangat ringan. Baterainya terletak di bingkai sebelah kanan, ada sirkuit counterbalances dan kamera juga di sana.

Ketika saya tolehkan kepala, kacamata menawarkan sebuah pengalaman teknologi augmented reality (AR). Teknologi ini menggabungkan objek nyata dengan objek virtual secara real time.

Notifikasi pesan masuk berbunyi "ding." Ini berarti pengguna kacamata harus memiringkan kepala sampai pesan itu keluar dan bisa dibaca.

2. Joshua Topolsky dari The Verge

2. Joshua Topolsky dari The Verge

Video yang ditampilkan hanya memperlihatkan aksi kembang api berulang-ulang. Pengalaman ini seperti menonton video full HD tanpa menggunakan televisi yang sebenarnya. Gambarnya jauh lebih kecil, dan hanya terlihat oleh mata sebelah kanan Anda.

Ada suara yang keluar dari kacamata ini, meskipun tidak ada komponen khusus yang terpasang di telinga. Anda harus menangkup tangan di telinga untuk mendapat volume yang wajar dari kacamata ini.

Kacamata ini sangat ringan dan dapat dikenakan di depan kacamata biasa.

Brin mengatakan, Google sedang berunding dengan perusahaan pembuat kacamata hitam, untuk membuat variasi kacamata dengan bentuk yang sedikit berbeda.

3. Rafe Needleman dari CNet

3. Rafe Needleman dari CNet

Kacamata terkunci dalam modus demo. Gambar yang saya lihat adalah video kembang api. Video itu tepat berada di depan mata saya, dan cukup kecil, seukuran perangko.

Kacamata memiliki kompas dan accelerometer di dalamnya. Ketika saya menolehkan kepala, perspektif itu masih menyoroti.

Ada output audio ke telinga kanan, namun tak ada benda audio yang menempel di telingan. Jadi suara yang dihasilkan seperti bocor. Agar Anda bisa mendengar suara dengan jelas, cara terbaik adalah dengan menangkup tangan di sekitar telinga.

Fiturnya sangat keren. Sergey Brin mengatakan ia menyetel agar kacamata itu hanya memberi notifikasi untuk email dengan prioritas tinggi. Dia bilang, cukup mendongakkan atau memiringkan kepala untuk menampilkan pesan itu.

Bingkai kacamata terbuat dari bahan titanium, sehingga kacamata terasa ringan dan nyaman saat dikenakan. Desainer Google Isabelle Olsson mengatakan, Google bekerjasama dengan produsen kacamata untuk membuat kacamata yang biasa digunakan orang-orang.

4. Liz Gannes dari All Things D

4. Liz Gannes dari All Things D

Layarnya sangat kecil, ada sesuatu yang memblokir pandangan saya. Kacamata yang saya pakai sedang diisi daya baterainya, sehingga ada kabel yang tertancap di sebelah kanan kacamata.

Ini adalah kacamata prototipe, yang menurut Brin, daya tahannya baterainya hanya 6 jam.

Sergen Brin menyetel agar kacamata itu hanya memberi notifikasi untuk email dengan prioritas tinggi. Ketika sudah bunyi "ding," pengguna bisa membacanya dengan cara mendongakkan kepala. Rasanya Google tak akan membekali fitur berselancar internet pada kacamata ini.

5. David Cardinal dari ExtremeTech

5. David Cardinal dari ExtremeTech

Layarnya sangat kecil. Kacamata dirancang untuk memproyeksikan gambar pada fokus yang jauh. Ini sangat cocok untuk orang seperti saya yang menggunakan kacamata lensa plus.

Sergey Brin dan pejabat manager produk Google tidak melihat kacamata ini sebagai pengganti telepon atau untuk berselancar internet yang berat.

Sebaliknya, mereka membayangkan kacamata akan digunakan untuk berbagi momen dengan orang lain, dan untuk menemukan informasi yang mungkin relevan di saat itu juga. Kacamata memudahkan untuk menangkap foto dan merekam video.

Anda bisa memiringkan atau mendongkakkan kepala untuk membaca pesan email yang masuk. Besar kemungkinan ada sensor yang bisa melacak gerakan mata dan kepala. 

Sabtu, 30 Juni 2012

Mahasiswa UGM Buat Kamus Kedokteran Bahas Jawa

Salah satu anggota penyusun kamus, Mutik Sri Pitajeng
Yogyakarta, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil membuat Kamus Kedokteran Bahasa Jawa. Kamus ini dapat membantu para dokter, perawat dan tenaga medis untuk memahami berbagai keluhan penyakit yang sering diucapkan oleh masyarakat Jawa.

Namun banyak dokter muda, calon dokter maupun perawat baik yang berasal dari luar Jawa sering tidak mengenai keluhan-keluhan sakit yang diucapkan pasien dari Jawa yang berumur sudah tua. Bahkan beberapa orang yang dari Jawa pun seringkali tidak mengerti dengan yang ucapan tersebut.

"Kami membuat kamus kedokteran Bahasa Jawa ini untuk memudahkan dalam berkomunikasi dengan pasien dari Jawa yang sudah tua tapi tidak bisa berbahasa Indonesia," ungkap salah satu anggota penyusun kamus, Mutik Sri Pitajeng kepada wartawan di kampus UGM, Bulaksumur Yogyakarta, Senin (2/7/2012).

Menurut Mutik, ide pembuatan kamus saku ini untuk memudahkan dokter-dokter muda, perawat maupun calon dokter yang praktek co-ass mudah berkomunikasi dan memberikan diagnosa kepada pasien. Sebab banyak diantaranya mereka yang tidak paham dan mengetahui berbagai keluhan penyakit yang diungkapkan pasien dalam Bahasa Jawa.

Mutik mengatakan saat mereka praktek di RSU Dr Sardjito, RS Dr Suradji Klaten, RS Bantul maupun rumah sakit di sekitar Yogyakarta banyak bertemu dengan pasien yang sudah tua-tua. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Sedangkan para dokter atau tenaga medis tidak mampu berbahasa Jawa.

"Kebanyakan dokter dan perawat berasal dari luar Jawa dan kadang-kadang seperti kami yang muda-muda ini juga kurang mengerti ungkapan dalam Bahasa Jawa. Sebaliknya pasien yang sudah tua tidak bisa berbahasa Indonesia," kata mahasiswa Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM itu.

Mutik kemudian mencontohkan salah ungkapan penyakit/sakit dalam Bahasa Jawa seperti sakit 'pancingen' yang berarti sakit panas dalam. Ada lagi mata 'blawur' yang berarti mata memerah dan pandangan mata kabur . Penyakit 'berengan' yaitu penyakit kulit yang terjadi diujung kanan dan kiri mulut.

"Kata-kata seperti itu kadang-kadang kami tidak tahu. Padahal mereka hampir tiap hari bertemu dengan pasien, apalagi kalau berada di desa-desa atau ketika bertugas di puskesmas di Jawa," katanya.

Untuk menyusun kamus tersebut Mutik bersama empat rekannya yakni Marian Ulfah (FK), Birrul Qodriyah (FK), Nurul Abdul Aziz (FEB) dan Muhammad Fikru Rizal. Sedangkan editor adalah dr Probosuseno. Buku kamus saku setebal 60 halaman itu dengan empat bahasa yakni Latin, Inggris, Indonesia dan Jawa.

"250 kosa kata Bahasa Jawa yang sering diucapkan oleh pasien dari Jawa. Untuk isi kita buat per bagian tubuh atau anatomi manusia sehingga memudahkan pemakainya," papar Mutik.

Saat menyusun bersama empat rekannya lanjut dia, dengan studi literatur dan wawancara dan ngobrol langsung dengan pasien-pasien tua. Proses penyusunan selama 3 bulan sejak Februari hingga Mei menyusun kamus tersebut. Saat ini sudah diterbitkan dan dijual dengan harga Rp 50 ribu/buah. 

Saat ini sudah banyak dokter, perawat dari di beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang membeli dan memanfaatkannya. Buku tersebut juga berisi tip singkat berkomunikasi dengan pasien.

"Kami berharap semoga ini bermanfaat dan dapat jadi panduan memahami keluhan-keluhan pasien," pungkas Mutik.

sumber : http://news.detik.com/read/2012/07/02/145853/1955751/10/mahasiswa-ugm-buat-kamus-kedokteran-bahas-jawa?9922022